Tenggang Waktu Pemanggilan Pertama dan Kedua Wajib 3 Hari, Jika Dikualifikasikan Mengundurkan Diri

 at April 28, 2020    
Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 20 K/Pdt.Sus-PHI/2020, tanggal 29 Januari 2020, menyatakan dalam pertimbangannya, "Bahwa pada bagian konvensi, putusan Judex Facti sudah benar yaitu tidak menerapkan ketentuan Pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebab tenggang waktu antara pemanggilan pertama dengan pemangggilan kedua tidak memenuhi ketentuan Pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengharuskan tenggang waktu pemanggilan selama 3 (tiga) hari."

Terhadap perkara ini, sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda dalam putusannya Nomor 47/Pdt.Sus-PHI/2018/PN Smr, tanggal 15 April 2019, memberi pertimbangan hukum sebagai berikut:

      "Menimbang, bahwa sesuai dalil Penggugat yang menerangkan bahwa pada tanggal 18 Juli 2018 sampai dengan tanggal 24 Juli 2018, Tergugat tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari kerja secara berurutan dengan tanpa keterangan (mangkir) dan untuk itu Penggugat telah memanggil Tergugat sebanyak 2 (dua) kali yaitu tanggal 24 Juli 2018 dan tanggal 25 Juli 2018; 

     Menimbang, bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 168 ayat (1) yang menyatakan “Yang dimaksud dengan dipanggil secara patut dalam ayat ini adalah pekerja/buruh telah dipanggil secara tertulis yang ditujukan pada alamat pekerja/buruh sebagaimana tercatat di perusahaan berdasarkan laporan pekerja/buruh. Tenggang waktu antara pemanggilan pertama dan kedua paling sedikit 3 (tiga) hari kerja.“ maka Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai dengan penjelasan Pasal 168 Ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dua kali pemanggilan yang dilakukan Penggugat terhadap Tergugat seharusnya dilakukan diantara tanggal 18 sampai tanggal 24 Juli 2018, sementara dari keterangan Penggugat pemanggilan dilakukan pada tanggal 24 Juli 2018 dan tanggal 25 Juli 2018;

   Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas maka Majelis Hakim berpendapat bahwa dasar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan Penggugat kepada Tergugat tidak memenuhi unsur yang terdapat dalam ketentuan pasal 168 UU No.13 thn 2003, sehingga tidak sah dan tidak berdasarkan hukum mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan Penggugat kepada Tergugat adalah batal demi hukum;"

Catatan:
Pertama, Penjelasan Pasal 168 ayat (1) menyebut "hari kerja", bukan "hari". Putusan PHI Samarinda benar menyebut "hari kerja", sedangkan MA menyebut "hari" adalah salah. Kedua, jika mangkir mulai tanggal 18 Juli 2018 s/d 24 Juli 2018 harusnya pengusaha melakukan pemanggilan pertama tanggal 18 Juli 2018, dan pemanggilan kedua tanggal 23 Juli 2018 (dengan asumsi hari Sabtu  adalah hari kerja, hanya hari Minggu, 22/07/2018, libur), atau pemanggilan pertama tanggal 19 Juli 2018 dan pemanggilan kedua tanggal 24 Juli 2018 (dengan asumsi hari Sabtu adalah hari kerja, hanya hari Minggu, 22/07/2018, libur). Ketiga, panggilan pertama tanggal 24 Juli 2018 dan panggilan kedua tanggal 25 Juli 2018 yang dilakukan pengusaha tidak ada berselang satu haripun.

Lihat Putusan Mahkamah Agung Nomor 20 K/Pdt.Sus-PHI/2020, tanggal 29 Januari 2020, dan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda dalam putusannya Nomor 47/Pdt.Sus-PHI/2018/PN Smr, tanggal 15 April 2019, di bawah ini.