Apabila dalam surat kuasa khusus tersebut (maksudnya: pada pengadilan dalam tingkat pertama) disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi, maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan dalam kasasi, tanpa diperlukan suatu surat kuasa khusus yang baru (Lihat SEMA No. 6 Tahun 1994).
- Permohonan banding atau kasasi yang diajukan oleh kuasa / wakil dari pihak yang bersangkutan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan banding atau kasasi, atau dilampiri surat kuasa khusus yang dipergunakan di pengadilan negeri yang telah menyebutkan pula pemberian kuasa untuk mengajukan permohonan banding atau kasasi.
Sumber:
Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI 2008, Hlm. 54.
Kemudian dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, Hasil Rapat Kamar Perdata, Sub Kamar Perdata Umum, angka I menyebut sebagai berikut:
Tentang surat kuasa yang telah menyebutkan untuk
digunakan dari tingkat pertama sampai tingkat kasasi dan
peninjauan kembali, disepakati:
a.Apabila surat kuasa tersebut dengan tegas menyebut
untuk digunakan dalam tingkat Pengadilan Negeri,
Banding dan Kasasi, maka tidak diperlukan lagi surat
kuasa khusus untuk tingkat banding dan kasasi.
(pedoman: SEMA No. 6 Tahun 1994).
b.Namun apabila surat kuasa menyebutkan untuk
digunakan sampai dengan pemeriksaan peninjauan
kembali, tetap diperlukan adanya surat kuasa khusus
untuk peninjauan kembali, karena peninjauan kembali
bukan peradilan tingkat selanjutnya dari tingkat pertama,
banding dan kasasi. Peninjauan kembali merupakan
upaya hukum luar biasa sehingga harus dibedakan
dengan upaya hukum biasa dalam penilaian atas
keberadaan surat kuasa yang digunakan.
c.Ketentuan sebagaimana tersebut dalam SEMA No.6
Tahun 1994 huruf a dan b tersebut juga berlaku terhadap
surat kuasa yang diberikan secara lisan.
d.Di dalam surat kuasa harus disebutkan secara lengkap
dan jelas pihak pemberi kuasa, pihak penerima kuasa
dan pokok sengketa. Penyebutan dan kawan-kawan
sebagai pengganti penyebutan para pihak, menjadikan
surat kuasa tidak jelas dan tidak dapat diterima.
e.Sesuai dengan Pasal 1816 KUHPer, dalam hal
pengangkatan seorang kuasa baru untuk menjalankan
suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya
kembali kuasa yang lama, terhitung mulai hari
diberitahukannya kepada orang yang diberi kuasa
semula tentang pengangkatan tersebut.
f.Surat kuasa yang di buat di Luar Negeri harus
dilegalisasi oleh perwakilan RI yaitu Kedutaan atau
Konsulat Jenderal di tempat surat kuasa tersebut di buat.
(Peraturan Menteri Luar Negeri No. 09/A/KP/XII/2006/01
tanggal 28 Desember 2006). Selanjutnya dibubuhi
pemateraian kemudian di kantor Pos (naazegelen).
g.Jaksa sebagai Pengacara Negara tidak dapat mewakili
BUMN (Pesero), karena BUMN tersebut berstatus badan
hukum Privat (vide Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003
tentang BUMN).
h.Surat kuasa insidentil bisa diterima dalam beracara di
semua tingkat Peradilan.
i.Surat kuasa dengan cap jempol harus di legalisasi
dihadapan Pejabat Umum, untuk Jawa dan Madura (oleh
Notaris, Hakim/KPN) dan untuk luar Jawa (oleh
Notaris/Panitera).
Ditulis oleh Harris Manalu, S.H.