Contoh 2: Gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial

 at September 24, 2020    

Jakarta,  14 Agustus 2019

Lamp.   : 1. Surat Kuasa Khusus (Asli)

         2. Anjuran Mediator (Asli)

Perihal : Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial


Kepada Yth:

Ketua Pengadilan Hubungan Industrial

Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Jl. Bungur Raya No. 24, 26, 27 Kemayoran

JAKARTA PUSAT


Dengan hormat, 

Yang bertanda tangan di bawah ini: HARRIS MANALU, S.H., Advokat pada Law Office Harris Manalu & Partners, beralamat di Jl. Masjid Al-Akbar Bunder I No. 119 A, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur-13850, Telp.: 0812 8386 580, 0897 8158 038, E-mail: adv.harris.manalu.sh@gmail.com, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 12 Agustus 2019 (terlampir), dari dan karenanya bertindak untuk dan atas nama:

Nama : AB

Warganegara : Indonesia

Alamat : Jl. ... No. ... RT ..., RW ..., Kel. ..., Kec. ..., Jakarta Timur

Pekerjaan : PT. X

Selanjutnya disebut  “Penggugat”;

Dengan ini mengajukan gugatan perselisihan hubungan industrial kepada  PT. X, beralamat di Jl. ... No. ..., RT ..., RW ..., Kel. ..., Kec. ..., Jakarta Selatan, selanjutnya disebut “Tergugat”, 

Adapun alasan-alasan diajukannya gugatan ini adalah sebagai berikut:

Kronologi Perjanjian Kerja, Jabatan, dan Upah/Gaji

1.Bahwa Penggugat telah terikat hubungan kerja dengan Tergugat sejak tanggal 5 Mei 2008. Hubungan kerja mana didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu  Tertentu (PKWT) selama 1 (satu) tahun dari tanggal 5 Mei 2008 sampai dengan tanggal 4 Mei 2009 dengan jabatan System Administrator, dan upah/gaji sebesar  Rp 8.000.000,- (delapan juta rupiah) perbulan. Hubungan kerja awal ini didasarkan pada surat perjanjian kerja berbahasa Inggris berjudul CONTRACT OF EMPLOYMENT No.: PGR/IT/068/May/08, tanpa tanggal;

2.Bahwa sejak tanggal 5 Mei 2009, dimana pada tanggal ini masa berlaku PKWT Penggugat sebagaimana disebut dalam angka 1 telah habis, tapi sampai dengan tanggal 30 Desember 2009 Penggugat tetap menjalankan pekerjaan sebagaimana biasanya dan menerima upah setiap bulan dari Tergugat tanpa perjanjian kerja;

3.Bahwa kemudian berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) No.: 014/PGR/OPR/Jan/2010, Penggugat dan Tergugat membuat surat PKWT yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010 sampai dengan tanggal 30 Juni 2010 dengan jabatan tetap sebagai System Administrator dan upah/gaji naik menjadi Rp 11.000.000,- (Sebelas juta rupiah) perbulan;

4.Bahwa kemudian berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) No.: 008/PKWTT/PGR/OPS/Juli/2010, tanpa tanggal, Tergugat menetapkan hubungan kerja Penggugat menjadi pekerja tetap (PKWTT) terhitung mulai tanggal 1 Juli 2010 dengan jabatan tetap sebagai System Administrator, dan upah/gaji juga tetap sebesar Rp 11.000.000,- (Sebelas juta rupiah) perbulan;

5.Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Pengusaha No. 005/SK/ED/Juli/2012, tertanggal 1 Juli 2012, berikut lampirannya, terhitung sejak tanggal 1 Juli 2012 Tergugat menetapkan jabatan Penggugat sebagai Manager Unit Informasi dan Teknologi (IT Manager) yang bertanggungjawab langsung ke atasannya, yaitu Operation Direction, terhitung sejak tanggal 1 Juli 2012;

6.Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Tergugat No.: 038A/OPS-HR/September/2012, tanggal 1 September 2012, sejak tanggal 1 September 2012 Penggugat diberikan pekerjaan dan tanggungjawab tambahan sebagai Kepala ISO Internal Auditor;

7.Bahwa pada tahun 2017 Operation Director meninggal dunia, karenanya Tergugat merekrut Operation Director baru, namun setelah bekerja selama lebih kurang 6 (enam) bulan Director Operation tersebut mengundurkan diri dan terjadi kekosongan jabatan, sehingga atasan langsung Penggugat menjadi Executive Director (Direktur Utama);

8.Bahwa pada tahun 2018 dilakukan restrukturisasi organisasi/perusahaan, sehingga atasan langsung Penggugat menjadi Head Of People and Office Management;

9.Bahwa selama Penggugat bekerja pada Tergugat hampir setiap tahun Penggugat  mendapatkan kenaikan upah/gaji;

10.Bahwa kenaikan gaji/upah terakhir Penggugat sebagai Manager Unit Informasi dan Teknologi adalah berdasarkan Surat Pengusaha No. 022/Ops-HR/June/2018, tertanggal 28 Juni 2018, Tergugat telah menetapkan kenaikan upah/gaji Pekerja menjadi sebesar Rp 21.458.000,- (Dua puluh satu juta empat ratus lima puluh delapan ribu rupiah) per bulan, terhitung sejak Januari 2018; 

Kronologi Perselisihan

11.Bahwa perselisihan terjadi sejak awal tahun 2019 ketika Tergugat melakukan evaluasi kinerja (job analysis) Penggugat, dimana berdasarkan job analysis dimaksud Tergugat menganggap kinerja Pekerja kurang memuaskan;

12.Bahwa atas anggapan kinerja Penggugat kurang memuaskan maka Tergugat  sejak tanggal 6 Februari 2019 memutuskan secara sepihak melakukan tindakan merubah (amandemen) status hubungan kerja Penggugat dari PKWTT menjadi PKWT, dan disertai dengan tindakan melakukan demosi (penurunan jabatan)  dari jabatan Manager Unit Informasi dan Tehnologi (IT Manager) menjadi IT Officer, serta penurunan upah/gaji dari Rp 21.458.000,- (Dua puluh satu juta empat ratus lima puluh delapan ribu rupiah) per bulan menjadi Rp 13.000.000,- (Tiga belas juta rupiah) perbulan;

13.Bahwa perubahan status hubungan kerja, demosi (penurunan jabatan) dan penurunan upah/gaji tersebut tertuang dalam surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu No.: 008/PKWTT/PGR/OPS/Juli/2010, tanpa tanggal, berjudul “AMANDEMEN” ditandatangani Direktur Eksekutif;

14.Bahwa perubahan (amandemen) status hubungan kerja, dan diikuti penurunan  upah/gaji tersebut ditolak Penggugat dengan tidak menandatangani PKWT No.: 008/PKWTT/PGR/OPS/Juli/2010 tersebut;

15.Bahwa sejak terjadi perubahan status hubungan kerja, demosi jabatan, dan penurunan upah tersebut Penggugat sudah melakukan beberapa kali perundingan dengan pihak Tergugat  tapi gagal. Perundingan tersebut berupa pembicaraan lisan dan komunikasi lewat email;

16.Bahwa pada tanggal 22 Maret 2019 pihak Tergugat telah melanggar perjanjian kerja dengan hanya mentransfer gaji Penggugat melalui rekening bank tas nama Penggugat sebesar Rp 13.000.000,- (Tiga belas juta rupiah), tanpa didahului dengan kesepakatan; 

17.Bahwa pada tanggal 25 Maret 2019 Penggugat melakukan perundingan kembali dengan pihak Tergugat. Didalam perundingan tersebut Penggugat  dijanjikan akan dipertemukan dengan  Senior Management Team, akan tetapi pada tanggal 8 April 2019 Senior Management Team menolak menghadirkan Penggugat  didalam perundingan yang telah dijanjikan dan tetap memutuskan secara sepihak perubahan status hubungan kerja serta penurunan jabatan dan gaji;

18.Bahwa pada tanggal 3 Mei 2019 pihak Tergugat kembali melanggar perjanjian kerja dengan hanya mentranfer upah/gaji Penggugat untuk bulan April 2019 sebesar Rp 13.000.000,- (Tiga belas juta rupiah), dan upah/gaji tersebut juga telat dibayarkan ke Penggugat karena Pekerja/Karyawan lain upah/gajinya dibayarkan tanggal 23 April 2019;

19.Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Tergugat Nomor: 007/SK/Mei/2019, tanggal 14 Mei 2019, Tergugat  melakukan pemberhentian sementara (skorsing) kepada Penggugat terhitung sejak tanggal 15 Mei 2019 sampai dengan tanggal dikeluarkannya Anjuran dari Sudin Nakertrans Kota Jakarta Selatan;

20.Bahwa pada tanggal 31 Juli 2019 Penggugat menerima Anjuran Mediator Hubungan Industrial Sudin Nakertrans Jakarta Selatan, bertanggal 29 Juli 2019, Nomor: 4301/-1.835.1;

21.Bahwa melalui e-mail Tergugat yang dikirim dan diterima Penggugat tanggal 6 Agustus 2019, Tergugat telah mencabut surat skorsing Nomor: 007/SK/Mei/2019, tanggal 14 Mei 2019, dan memanggil Penggugat untuk hadir/masuk kerja pada tanggal 1 Agustus 2019;

22.Bahwa oleh karena pencabutan surat skorsing dan panggilan masuk kerja tanggal 1 Agustus 2019 baru diterima (diketahui) Penggugat pada tanggal 6 Agustus 2019 maka Penggugat baru dapat masuk kerja sejak tanggal 7 Agustus 2019;

Argumentasi Hukum

23.Tentang Perjanjian Kerja dan Masa Kerja

1)Bahwa perjanjian kerja pertama antara Penggugat dengan Tergugat periode tanggal 5 Mei 2008 s/d 4 Mei 2009 dibuat PKWT dalam bahasa Inggris berjudul  CONTRACT OF EMPLOYMENT No.: PGR/IT/068/May/08 adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 57 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK) yang menyebut: “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.”, karenanya PKWT tersebut adalah tidak sah dan batal demi hukum;

2)Bahwa setelah PKWT pertama (CONTRACT OF EMPLOYMENT No.: PGR/IT/068/May/08) berakhir tanggal 4 Mei 2009, Penggugat tetap menjalankan pekerjaannya dan menerima upah dari Tergugat tanpa adanya perjanjian kerja tertulis. Keadaan sedemikian berlangsung sampai dengan tanggal 30 Desember 2009. Karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 57 ayat (2) UUK, status hubungan kerja Penggugat dengan Tergugat yang sedemikian adalah beralasan menurut hukum dinyatakan sebagai Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT);

3)Bahwa PKWT kedua periode tanggal 1 Januari 2010 s/d 30 Juni 2010 yang dibuat dalam  PKWT No.: 014/PGR/OPR/Jan/2010 adalah beralasan menurut hukum dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum karena hubungan kerja yang mendahuluinya sejak tanggal 5 Mei 2008 s/d 30 Desember 2009 sudah dinyatakan demi hukum menjadi PKWTT;

4)Bahwa berdasarkan PKWTT No.: 008/PKWTT/PGR/OPS/Juli/2010, hubungan kerja Penggugat pada Tergugat adalah PKWTT atau pekerja tetap;

5)Bahwa oleh karena hubungan kerja Penggugat pada Tergugat adalah PKWTT (pekerja tetap) terhitung sejak tanggal 5 Mei 2008 sampai dengan sekarang (14 Agustus 2019) maka masa kerja Penggugat pada Tergugat adalah selama 11 (sebelas) tahun lebih 3 (tiga) bulan;

24.Tentang Job Analysis (Evaluasi Kinerja)

1)Bahwa perselisihan ini terjadi sejak awal tahun 2019 dimana Tergugat  melakukan evaluasi pekerjaan (job analysis) terhadap kinerja Penggugat  dengan menganggap dan menyimpulkan kinerja Penggugat kurang memuaskan;

2)Bahwa job analysis yang dilakukan Tergugat tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kepegawaian Perusahaan yang berbunyi: 

Ayat (1): 

Performance Evaluation Review (PER) adalah perangkat yang digunakan oleh Perusahaan untuk menilai secara objektif kinerja Karyawan selama periode tertentu berdasarkan ToR yang telah dikonversi ke dalam Key Performance Indicators (KPI) dan telah disetujui oleh Karyawan dan atasannya.”;

Ayat (2): 

“KPI merupakan indikator utama yang dipergunakan untuk mengukur kinerja Karyawan sekaligus sebagai salah satu sarana yang digunakan untuk pengembangan kompetensi dan karir karyawan serta tindakan pembinaan lainnya.”;

3)Bahwa sampai sekarang Tergugat tidak memiliki Key Performance Indicator (KPI) sebagaimana yang disyaratkan pada Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2)  tersebut, sehingga hasil evaluasi kinerja (job analysis) yang dilakukan Tergugat  terhadap Penggugat sangat subjektif dan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya;

4)Bahwa berdasarkan hasil laporan audit sistem manajemen mutu ISO 9001 yang dikeluarkan setiap tahun dari tahun 2012 sampai tahun 2018 oleh SAI Global bahwa pengelolaan IT perusahaan sudah sesuai dengan standard mutu ISO. SAI Global adalah Lembaga Sertifikasi Manajemen Mutu (LSMM) yang terakreditasi di Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan The Joint Accreditation System of Australia and New Zealand (JAS-ANZ);

5)Bahwa dalam Peraturan Kepagawaian Perusahaan tidak ada mengatur  tentang pengubahan status hubungan kerja, penurunan jabatan, dan penurunan upah/gaji jika seandainya kinerja Karyawan/Pekerja tidak memuaskan;

6)Bahwa jika memang terbukti kinerja Penggugat tidak memuaskan maka Tergugat seharusnya melakukan pengembangan kompetensi, peningkaan (upgrading) pengetahuan dan keterampilan (kompetensi)  Penggugat melalui pendidikan atau pelatihan, atau memberi surat peringatan,  dan jika kinerja tetap tidak memuaskan walaupun sudah dididik dan dilatih baru kemudian dilakukan  Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagaimana diatur dalam Pasal 93 ayat (2) Peraturan Kepegawaian. Bukan melakukan perubahan status hubungan kerja. Bukan pula melakukan penurunan upah secara besar-besaran hampir 40 % (Empat puluh persen);

7)Bahwa sesungguhnya pihak Tergugat telah beberapa kali mengancam untuk melakukan PHK terhadap Penggugat, baik secara lisan maupun secara tertulis melalui e-mail;

8)Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas maka tidak benar anggapan atau kesimpulan Tergugat yang menganggap/menyatakan  kinerja Penggugat kurang memuaskan;

9)Bahwa atas dasar alasan sebagaimana diuraikan dalam angka 1) s/d angka 9) maka anggapan atau kesimpulan Tergugat yang menyatakan kinerja Penggugat kurang memuaskan tidak beralasan menurut hukum, karenanya anggapan atau kesimpulan Tergugat tersebut adalah tidak sah dan batal demi hukum;

25.Tentang Perubahan Status Hubungan Kerja

1)Bahwa perubahan status hubungan kerja Penggugat dari PKWTT menjadi PKWT tidak disetujui Penggugat, karenanya perubahah status hubungan kerja yang dilakukan secara sepihak oleh Tergugat terhadap Penggugat dari PKWTT menjadi PKWT adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 14 ayat (6) Peraturan Kepegawaian yang berbunyi: “Perjanjian kerja dapat diubah sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan setelah mendapat persetujuan kedua belah pihak (Karyawan dan Kemitraan).”;

2)Bahwa perubahan status hubungan kerja Penggugat dari PKWTT menjadi PKWT tanpa persetujuan Penggugat adalah tanpa dasar hukum. Kebijakan sedemikian adalah perbuatan sewenang-wenang tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, tidak menghormati dan tidak memiliki komitmen untuk memajukan penghormatan terhadap hak asasi manusia; 

3)Bahwa perubahah status hubungan kerja yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat dari PKWTT menjadi PKWT tidak ada diatur dalam Peraturan Kepegawaian Perusahaan;

4)Bahwa perubahah status hubungan kerja yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat dari PKWTT menjadi PKWT adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 55 UUK yang berbunyi sebagai berikut: “Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak”;

5)Bahwa oleh karena perubahah status hubungan kerja yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat dari PKWTT menjadi PKWT tidak disetujui Penggugat, dan tidak mempunyai dasar hukum, serta bertentangan dengan ketentuan Pasal 55 UUK, maka perbuatan Tergugat melakukan perubahan status hubungan kerja Penggugat dari PKWTT menjadi PKWT sejak tanggal 6 Februari 2019 adalah tidak sah dan batal demi hukum;

26.Tentang Penurunan Jabatan (Demosi)

1)Bahwa penurunan jabatan (demosi) tidak diatur dalam Peraturan Kepegawaian Perusahaan/Organisasi;

2)Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 54 ayat (1) UUK, perjanjian kerja wajib memuat antara lain jabatan atau jenis pekerjaan (huruf c);

3)Bahwa jabatan Penggugat sebagai IT Manager adalah bagian dari perjanjian kerja antara Penggugat dengan Tergugat;

4)Bahwa Penggugat tidak pernah membuat permohonan atau persetujuan tertulis tentang penurunan jabatannya;

5)Bahwa oleh karena ketentuan tentang demosi tidak diatur dalam Peraturan Kepegawaian Tergugat, dan jabatan adalah bagian dari perjanjian kerja, serta Penggugat tidak ada menyetujui tertulis, serta demosi diikuti dengan penurunan upah/gaji yang sangat besar, maka penurunan jabatan Penggugat  dari IT Manager menjadi IT Officer berdasarkan ketentuan Pasal 55 UUK, maka penurunan jabatan Penggugat adalah tidak sah dan batal demi hukum;

27.Tentang Penurunan Gaji/Upah

1)Bahwa dalam hukum ketenagakerjaan berlaku asas “hak-hak yang bersifat tetap dan biasa diberikan pengusaha kepada pekerja tidak dapat dikurangi”;

2)Bahwa pengurangan hak upah/gaji Penggugat dari Rp 21.458.000,- (Dua puluh satu juta empat ratus lima puluh delapan ribu rupiah) per bulan menjadi Rp 13.000.000,- (Tiga belas juta rupiah) perbulan tidak disetujui Penggugat;

3)Bahwa perbuatan pengurangan upah/gaji Penggugat tanpa persetujuan Penggugat sedemikian adalah tanpa alasan dan dasar hukum, melainkan atas dasar sewenang-wenang, otoriter, anti demokrasi, dan menerjang hak asasi manusia untuk menggagalkan pencapaian hidup layak bagi pekerja/buruh sebagaimana cita-cita Pemerintah Indonesia dalam pembangunan masyarakat Indonesia yang berkemajuan;

4)Bahwa oleh karena perubahan PKWTT menjadi PKWT yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat adalah tidak sah dan batal demi hukum sebagaimana diuraikan di atas, dan penurunan jabatan (demosi) yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat dari IT Manager menjadi IT Officer adalah tidak sah dan batal demi hukum sebagaimana diuraikan di atas, serta pengurungan upah/gaji Penggugat dari Rp 21.458.000,- (Dua puluh satu juta empat ratus lima puluh delapan ribu rupiah) per bulan menjadi Rp 13.000.000,- (Tiga belas juta rupiah) perbulan adalah tanpa alasan dan dasar hukum, karenanya penurunan gaji/upah dimaksud adalah tidak sah dan batal demi hukum;

5)Bahwa oleh karena pengurungan upah/gaji Penggugat dari Rp 21.458.000,- (Dua puluh satu juta empat ratus lima puluh delapan ribu rupiah) per bulan menjadi Rp 13.000.000,- (Tiga belas juta rupiah) perbulan adalah tidak sah dan batal demi hukum, maka beralasan menurut hukum Tergugat diwajibkan membayar kekurangan pembayaran upah Penggugat sejak Maret 2019 sampai dengan Agustus 2019 selama 6 (enam) bulan x Rp 8.458.000 = Rp 50.748.000,- (lima puluh juta tujuh ratus empat puluh delapan ribu rupiah);

6)Bahwa ketentuan Pasal 55 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan yang mengatur pengenaan denda dan bunga atas keterlambatan pembayaran upah pekerja/buruh adalah hukum heteronom (norma hukum yang dibuat Pemerintah) dibidang ketenagakerjaan;

7)Bahwa Peraturan Kepegawaian (“Peraturan Perusahaan) Tergugat sebagai hukum otonom (norma hukum yang dibuat pengusaha/Tergugat) tidak mengatur pengenaan denda dan bunga atas keterlambatan pembayaran upah pekerja/buruh;

8)Bahwa walapun Peraturan Kepegawaian Tergugat tidak mengatur pengenaan denda dan bunga atas keterlambatan pembayaran upah pekerja/buruh, maka berdasarkan ketentuan hukum heteronom, dalam hal ini Pasal 55 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan adalah wajib bagi Tergugat untuk membayar denda dan bunga atas kelalaiannya atau keterlambatannya membayar kekurangan upah Penggugat;

9)Bahwa berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud angka 6), 7), dan 8) maka beralasan hukum Tergugat diwajibkan untuk membayar denda dan bunga kepada Pengggat atas kelalaian/keterlambatannya membayar kekurangan upah Penggugat sebesar sebagai berikut:

a.Denda

Maret 2019 s/d Juli 2019 

= 50% x (5 x Rp 8.458.00,-) 

= Rp 21.145.000,- 

Terbilang: Dua puluh satu juta seratus empat puluh lima ribu rupiah;

b.Bunga

Maret 2019 = 5% x Rp 8.458.000,-

= Rp 422.900,-

April 2019 = 4% x Rp 8.458.000,-

= Rp 338.320,-

Mei 2019 = 3% x Rp 8.458.000,-

= Rp 253.740,-

Juni 2019 = 2% x Rp 8.458.000,-

= Rp 169.160,-

Juli 2019 = 1% x Rp 8.458.000,-

= Rp 84.580,-

Jumlah = Rp 1.268.700,-

Terbilang: Satu juta dua ratus enam puluh delapan ribu tujuh ratus rupiah;

28.Tentang Tugas Tambahan sebagai Kepala ISO Internal Auditor

1)Bahwa selain menjabat IT Manager, Penggugat juga diminta dan ditetapkan Tergugat untuk menjabat sebagai Kepala ISO Internal Auditor dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2018;

2)Bahwa tugas dan tanggungjawab IT Manager dengan Kepala ISO Internal Auditor adalah berbeda;

3)Bahwa IT Manager bertugas dan bertanggungjawab, antara lain, untuk:

a.Memastikan implementasi strategi TI dan berfungsi secara efektif paket perangkat keras dan perangkat lunak organisasi;

b.Memastikan administrasi jaringan yang efisien; 

c.Menyediakan layanan manajemen web; 

d.Memberikan dukungan administratif;

e.Memastihak fasilitas pembentukan pengetahuan (knowledge building) dan berbagi pengetahuan (knowledge sharing);

f.Memastikan fokus capaian hasil-hasil a, b, c, d, dan e;

Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Pengusaha Nomor: 038A/Ops-HR/September/2012, tanggal 1 September 2012, tentang Penetapan Internal Auditor ISO 9001:2008), Kepala ISO Internal Auditor bertugas dan bertanggungjawab  untuk:

a.Membantu MR dan Deputy MR dalam memelihara sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 yang telah ditetapkan;

b.Menjadi penilai dan pemberi rekomendasi dalam evaluasi kinerja sistem manajemen mutu setiap tahunnya dalam kegiatan audit internal sistem manajemen mutu di perusahaan;

c.Memastikan adanya penelusuran akar penyebab kelemahan sistem manajemen mutu yang ditemukan di dalam audit internal dan juga dalam keseharian operasional di perusahaan;

d.Memastikan adanya tindakan perbaikan terhadap kelemahan sistem dan tindakan pencegahan terhadap potensi kelemahan sistem manajemen mutu di perusahaan;

e.Memberikan laporan yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap audit internal sistem manajemen mutu yang telah dilakukan kepada MR dan Deputy MR;

4)Bahwa dalam ketentuan Pasal 48 ayat (1) Peraturan Kepegawaian Perusahaan disebut: “Jika Karyawan diminta untuk menggantikan tugas Karyawan lain yang tingkatnya sama atau lebih tinggi atau mengerjakan proyek lain, Karyawan berhak untuk mendapat ‘tunjangan tanggungjawab tambahan’ (additional responsibility allowance).”;

5)Bahwa hingga saat ini Tergugat belum memberi apresiasi terhadap capaian yang tidak tercantum pada Term of Reference (TOR) IT Manager, misalnya tugas tambahan sebagai Kepala ISO Internal Auditor dan penerimaan donasi software untuk operasional IT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) tersebut dalam angka 4;

6)Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas adalah beralasan menurut hukum Penggugat  mengajukan tuntutan kepada Tergugat untuk membayar tunjangan tanggungjawab tambahan sebagai Kepala ISO Internal Auditor dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2018 atas dasar kepatutan sebesar 1 (satu) x upah/gaji berjalan pertahun, dengan rincian dan besaran sebagai berikut:

-Tahun 2012 = Rp    16.000.000,- (jumlah upah bulanan Penggugat tahun 2012);

-Tahun 2013 = Rp17.000.000,- (jumlah upah bulanan Penggugat tahun 2013);

-Tahun 2014 = Rp18.190.500,- (jumlah upah bulanan Penggugat tahun 2014);

-Tahun 2015 = Rp19.099.500,- (jumlah upah bulanan Penggugat tahun 2015);

-Tahun 2016 = Rp19.099.500,- (jumlah upah bulanan Penggugat tahun 2016);

-Tahun 2017 = Rp20.436.000,- (jumlah upah bulanan Penggugat tahun 2017);

-Tahun 2018 = Rp21.458.000,- (jumlah upah bulanan Penggugat tahun 2018);

Total = Rp 131.303.500,-

Terbilang: Seratus tiga puluh satu juta tiga ratus tiga ribu lima ratus rupiah,-

29.Tentang Skorsing

1)Bahwa apabila dicermati Surat Keputusan Pengusaha (Kemitraan) Nomor: 007/SK/Mei/2019, tanggal 14 Mei 2019, tentang skorsing kepada Penggugat, dapat ditemukan pada bagian awal surat keputusan itu bahwa yang menjadi alasan Tergugat melakukan skorsing kepada Penggugat adalah karena Penggugat mengajukan  permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial yang dialami Penggugat sendiri ditempat kerjanya di Kantor Sudin Nakertrans Kota Jakarta Selatan;

2)Bahwa kemudian dalam angka 2 (iv) surat keputusan itu disebut bahwa “Pekerja dilarang membicarakan perselisihan tersebut kepada pihak lain manapun yang dapat merugikan Perusahaan.”;

3)Bahwa 2 (dua) hal tersebut di atas (alasan skorsing dan larangan membicarakan kepada pihak lain) adalah sikap dan perbuatan yang bertentangan dan melanggar hak asasi pekerja selaku manusia;

4)Bahwa alasan skorsing seperti itu adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 17 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyebut pada pokoknya bahwa  setiap orang berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dalam perkara perdata untuk memperoleh putusan yang adil dan benar;

5)Bahwa larangan membicarakan perselisihan hubungan industrial yang dialami Penggugat sendiri kepada pihak lain adalah bertentangan dan melanggar ketentuan Pasal 28F UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” (garis bawah dari kuasa Penggugat), dan Pasal 19 Deklarasi Universal HAM yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas”,  (garis bawah dari kuasa Penggugat”;

6)Bahwa padahal dalam Kata Pengantar Peraturan Kepegawaian Tergugat  yang ditandatangani Direktur Eksekutif diuraikan bahwa segenap jajaran Manajemen dan Karyawan perusahaan menghormati harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak asasi manusia;

7)Bahwa terhadap 2 (dua) sikap dan/atau perbuatan Tergugat itu sangat relevan untuk diuji di Komnasham Indonesia dan ILO untuk diputuskan apakah sikap dan/atau perbuatan seperti bertentangan dan/atau melanggar hak asasi manusi, in casu Penggugat;

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

30.Bahwa oleh karena Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum sebagaimana diuraikan di atas, dimana perbuatan-perbuatan dan/atau perlanggaran-pelanggaran sedemikian dapat disimpulkan sebagai tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh dan/atau memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan  pekerjaan diluar yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf d dan/atau e UUK, maka berdasarkan ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf d dan/atau huruf e jo. Pasal 169 ayat (2) UUK adalah beralasan menurut hukum Penggugat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja dengan mendapat hak uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UUK;

31.Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 169 ayat (2) UUK tersebut, dimana masa kerja Pekerja selama 11 (sebelas) tahun lebih 3 (tiga) bulan, dan  upah/gaji sebesar Rp 21.458.000,- maka Pengusaha (Kemitraan) wajib membayar hak-hak Pekerja sebesar sebagai berikut:

a.Uang pesangon 

= 2 x 9 x Rp 21.458.000,-   

= Rp 386.244.000,-

b.Uang penghargaan masa kerja 

= 1 x 4 x Rp 21.458.000,-    

= Rp 85.832.000,-

Jumlah a + b = Rp 472.076.000,-

c.Uang Penggantian Hak Perumahan/Pengobatan

= 15% x Rp 472.076.000,-   

= Rp 70.811.400,-

Total a + b + c= Rp 542.887.400,-

Terbilang: Lima ratus empat puluh dua juta delapan ratus delapan puluh tujuh ribu empat ratus rupiah,-

32.Bahwa permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan Penggugat dalam perkara ini adalah sebagai jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak (Penggugat dan Tergugat) untuk menyelesaian perselisihan a quo sesuai dengan spirit Penjelasan Umum paragraf ke-3 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang menyebut: “Dalam hal salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat dalam hubungan kerja tersebut, maka sulit bagi para pihak untuk tetap mempertahankan hubungan yang harmonis.”;

Berdasarkan dalil-dalil yang telah diuraikan di atas, mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk memberikan putusan sebagai berikut:

1.Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2.Menyatakan CONTRACT OF EMPLOYMENT No.: PGR/IT/068/May/08 sebagai surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu antara Tergugat dengan Penggugat, yang berlaku sejak tanggal 5 Mei 2008 s/d 4 Mei 2009 adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 57 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, karenanya perjanjian tersebut tidak sah dan batal demi hukum;

3.Menyatakan hubungan kerja antara Tergugat dengan Penggugat sejak tanggal 4 Mei 2009 s/d 30 Desember 2009 berdasarkan ketentuan Pasal 57 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjadi Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu;

4.Menyatakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu No.: 014/PGR/OPR/Jan/2010 antara Tergugat dengan Penggugat adalah tidak sah dan batal demi hukum; 

5.Menyatakan anggapan atau kesimpulan Tergugat yang menyatakan kinerja Penggugat kurang memuaskan adalah tidak sah dan batal demi hukum;

6.Menyatakan perubahan status hubungan kerja Penggugat dari Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (tetap) menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (kontrak) sejak tanggal 6 Februari 2019, dalam hal ini surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu No.: 008/PKWTT/PGR/OPS/Juli/2010 adalah tidak sah dan batal demi hukum;

7.Menyatakan penurunan jabatan (demosi) Penggugat dari IT Manager menjadi IT Officer, dalam hal ini surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu No.: 008/PKWTT/PGR/OPS/Juli/2010 adalah tidak sah dan batal demi hukum;

8.Menyatakan penurunan upah/gaji Penggugat dari Rp 21.458.000,- (dua puluh satu juta empat ratus lima puluh delapan ribu rupiah) perbulan menjadi Rp 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah), dalam hal ini surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu No.: 008/PKWTT/PGR/OPS/Juli/2010 adalah tidak sah dan batal demi hukum;

9.Menghukum Tergugat untuk membayar kekurangan pembayaran upah Penggugat sejak Maret 2019 sampai dengan Agustus 2019  sebesar Rp 50.748.000,- (Lima puluh juta tujuh ratus empat puluh delapan ribu rupiah);

10.Menghukum Tergugat untuk membayar denda dan bunga atas keterlambatan membayar upah Penggugat sebesar sebagai berikut:

a.Denda sebesar Rp 21.145.000,- (Dua puluh satu juta seratus empat puluh lima ribu rupiah);

b.Bunga sebesar Rp 1.268.700,- (Satu juta dua ratus enam puluh delapan ribu tujuh ratus rupiah);

11.Menghukum Tergugat untuk membayar tunjangan tanggungjawab tambahan Penggugat sebagai Kepala ISO Internal Auditor dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2018 sebesar Rp  131.303.500,- (Seratus tiga puluh satu juta tiga ratus tiga ribu lima ratus rupiah);

12.Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak putusan perkara a quo diucapkan;

13.Menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak Penggugat sebesar Rp 542.887.400,- (Lima ratus empat puluh dua juta delapan ratus delapan puluh tujuh ribu empat ratus rupiah);

14.Menghukum Tergugat untuk membayar bunga (moratoir) keterlambatan pembayaran sejumlah hak-hak Penggugat sebesar bunga bank yang berlaku di Indonesia, apabila Tergugat lalai menjalankan putusan perkara a quo sepanjang  mengenai penghukuman/perintah untuk melakukan pembayaran sejumlah uang;

15.Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara a quo;

Atau: 

Apabila Yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Hormat kami,

Kuasa Penggugat,



HARRIS MANALU, S.H.