Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) harusnya wajib dibuat secara tertulis. Namun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), sejak tanggal 2 November 2020, kewajiban itu tidak ada lagi. Pasal 57 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja tidak lagi mengatur kewajiban hukum itu.
Pasal 57 Bagian Kedua Bab IV UU Cipta Kerja menghapus norma ayat (2) Pasal 57 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur pada pokoknya PKWT yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Jika perjanjian kerja hanya dibuat secara lisan atau tidak tertulis maka syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha menjadi tidak dapat diketahui, apa saja. Lebih bermasalah lagi dikemudian hari jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) atas alasan apapun. Jika pekerja/buruh meninggal dunia ahli warisnya pasti tidak dapat membuktikan berapa tahun masa kerja suami/istrinya, berapa upah pokok dan tunjangan-tunjangan tetapnya sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Ahli waris mengetahui suami/istrinya sudah bekerja sejak 24 (dua puluh empat) tahun yang lalu tapi pengusaha mengatakan hanya bekerja 1 (satu) tahun. Lalu yang 23 (dua puluh tiga) tahun kemana? Pengusaha tinggal bilang "silahkan buktikan dalil Anda". Atau dengan alasan lain "hubungan kerja si pekerja/buruh bukan dengan kami (PT. A) tapi dengan beberapa perusahaan outsourcing, yaitu PT. B, PT. C, PT. D, dll yang mengerjakan pekerjaan perusahaan kami".
Mungkin ahli hukum berkata, "ajukan saksi". Psikolog menjawab, "mana ada yang mau jadi saksi, siapa yang mau jadi korban?".
Dengan asumsi upah Rp5.000.000,- (Lima juta rupiah) per bulan, dan nanti dalam Peraturan Pemerintah (atau barangkali pada saat tulisan ini dibuat tanggal 18 November 2020 sudah ada namun belum terpublikasi) ditetapkan norma atau ketentuan baru 'bagi pekerja/buruh meninggal dunia ahli waris berhak mendapat uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU No. 13/2003 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja', maka hilanglah masa kerja 23 tahun itu atau pesangon itu sebesar Rp 90.000.000,- (Sembilan puluh juta rupiah). Ahli waris hanya dapat uang pesangon sebesar 1 (satu) bulan upah Rp5.000.000,- (Lima juta rupiah). Harusnya Rp 95.000.000,- (Sembilan puluh lima juta rupiah).
Oleh Harris Manalu, S.H.