Materi ini merujuk pada persidangan Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 23 September 2021, dengan acara mendengarkan keterangan 3 orang saksi yang dihadirkan Presiden terkait permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Untuk lebih memahami kontek topik ini lebih dahulu diuraikan proses atau tahapan persidangannya.
Ketua Majelis Hakim membuka persidangan, lalu salah satu Hakim Anggota mengambil sumpah para saksi. Kemudian Ketua Majelis mempersilahkan satu-persatu saksi untuk menyampaikan keterangannya.
Setelah para saksi selesai menyampaikan keterangannya, Ketua Majelis mempersilahkan kuasa hukum atau wakil dari Presiden terlebih dahulu mengajukan pertanyaan kepada para saksi, kemudian dilanjutkan kuasa para pemohon, dan diakhiri para hakim.
Kemudian Ketua Majelis mempersilahkan para saksi untuk menjawab pertanyaan para kuasa Presiden, kuasa para Pemohon dan para hakim.
Kemudian sidang ditutup.
Dalam sesi atau tahap para hakim mengajukan pertanyaan, salah seorang hakim anggota Dr. Suhartoyo, S.H., M.H., mengajukan pertanyaan. Namun sebelum mengajukan pertanyaan Hakim Suhartoyo menyampaikan peringatan kepada para saksi, kuasa Presiden dan kuasa dari salah satu Pemohon.
Hakim Suhartoyo menyampaikan, supaya saksi memberikan keterangan, bukan pendapat. Dan pihak wakil Presiden yang menyampaikan pertanyaan jangan menggiring saksi supaya berpendapat.
Sebagai informasi, Hakim Suhartoyo, sebelum menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi, ia adalah hakim karir selama 26 tahun di peradilan umum, yatu Pengadilan Negeri dan terakhir Pengadilan Tinggi Denpasar. Pengalaman selama 26 tahun mulai 1989-2015t, tentulah penciumannya atau pemahamannya sangat tajam terhadap soal-soal apa itu keterangan dan apa itu pendapat yang disampaikan saksi.
Berikut peringatan Hakim Suhartoyo:
"Yang pertama saya ingatkan dulu kepada Para Saksi, supaya Saudara-Saudara memberikan keterangan, bukan pendapat. Banyak keterangan-keterangan Saudara tadi, irisan-irisannya dengan pendapat, termasuk yang kemudian diulang kembali oleh Pihak Wakil Pemerintah atau Presiden yang menyampaikan pertanyaan dalam bentuk menggiring Saksi supaya berpendapat. Seperti contohnya berkaitan dengan mendorong supaya Saksi memberi jawaban singkat apa tidak pembahasan itu atau persiapan itu? Itu sudah pada wilayah pendapat, itu. Sehingga seharusnya formula bertanya adalah dipersiapkan dari kapan sampai kapan, kalau Anda tahu. Kalau tidak, tidak usah dijawab karena sesuatu yang tidak bisa dipaksakan atas ketidaktahuan seseorang atau seorang Saksi itu. Kemudian juga Saksi tidak boleh ditanya, “Apakah FGD itu efektif apa tidak?” Itu tidak boleh dipertanyakan seperti itu. Oleh karena itu, saya ingatkan kembali kepada Saksi, supaya tidak menjawab hal-hal yang sifatnya pendapat. Termasuk tadi ada juga pertanyaan dari Para Pemohon atau salah satu Pemohon tadi.".
Berikut cuplikan pertanyaan kuasa Presiden sebelum diperingatkan Hakim Suhartoyo:
"Yang pertama kepada Dr. Nasrudin. Pertanyaan pertama, Saudara Saksi, sesuai dengan kesaksian Saudara, apakah penyusunan naskah akademik dan substansi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dipersiapkan dalam jangka waktu yang singkat?".
"Kemudian, untuk Saksi fakta yang kedua, Dr. Rodiyah. Pertanyaan pertama, Saudara Saksi, sesuai kesaksian Saudara, apakah kegiatan Focus Group Discussion yang Saudara ikuti saat itu sangat efektif dalam mengomunikasikan konsepsi Omnibus Law dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, serta substansi yang dimuat dalam rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dengan stakeholder terkait?".
Walaupun Hakim Suhartoyo telah memperingatkan saksi supaya tidak berpendapat namun saksi tetap saja menjawab pertanyaan kuasa Presiden dalam bentuk atau bersifat pendapat.
Berikut jawaban saksi atas pertanyaan kuasa Presiden:
Saksi Dr. Nasrudin, S.H., M.M. (Kemenkumham):
"Saya ingin menjawab pertanyaan pertama yang dari Pemerintah, ya. Penyusunan naskah akademik ini, ya, memang tidak singkat, ya, dia cukup lama sebetulnya.".
Bahkan setelah Nasrudin menjawab pertanyaan Hakim Anggota Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.H., Prof. Enny menginterupsi supaya saksi tidak menyampaikan pendapat. Demikian kalimat interupsi Prof. Enny:
"Saya tidak menanyakan pendapatnya Pak Nasrudin, tetapi saya menanyakan bagaimana kemudian terkait dengan pertanyaan saya tadi, apakah pada saat Pak Nasrudin mengikuti itu memang dibahas hal-hal yang terkait dengan judul tadi, yang kemudian bagaimana format judul itu kalau tadi dikatakan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 itu, sementara Undang-Undang Nomor 12 mengatakan atau merumuskan berbeda, apakah itu dibahas sedemikian rupa pada waktu proses awal? Termasuk apakah dibahas nanti bagaimana kemudian merujuknya? Pertanyaan saya begitu. Dijawab saja apakah dibahas atau tidak? Ini kan kalau tadi kan pendapatnya.".
Saksi Dr. Rodiyah, S.Pd., S.H., M.Si (Dekan FH Unnes):
"Pertanyaan kedua, “Apakah memenuhi tujuan?” Izin menyampaikan. Bahwa focus group discussion saya melihat secara empirik teramati oleh pancaindra saya memang terfokus, yaitu sesuai dengan undangan penerapan RUU Cipta Lapangan Kerja di Indonesia yang diawali dengan bagaimana metode omnibus law yang disampaikan, kemudian kemungkinan di Indonesia, dan secara teori disampaikan oleh dua narasumber akademisi, Ibu Dr. Suni dan Ibu … Bapak Agus Riwanto.".
Demikian. Semoga bermanfaat.
Sumber:
- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XVIII/2020, PERKARA NOMOR 103/PUU-XVIII/2020, NOMOR 105/PUU- XVIII/2020, PERKARA NOMOR 107/PUU- XVIII/2020, PERKARA NOMOR 4/PUU-XIX/2021, PERKARA NOMOR 6/PUU-XIX/2021PERIHAL PENGUJIAN FORMIL DAN MATERIIL UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI PRESIDEN (X) DAN (XI), JAKARTA, KAMIS, 23 SEPTEMBER 2021;
- Video lengkap persidangan hasil download dari Channel YouTube Mahkamah Konstitusi.
____
Oleh Harris Manalu
Advokat
Hakim Ad-Hoc PHI 2006-2016