Topik ini akan menjelaskan perihal langkah-langkah apa saja yang dilakukan dalam melakukan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui perundingan bipartit. Kemudian administrasi apa saja yang dibuat dan diperlukan. Kemudian, seperti apa isi yang diperlukan itu. Dan lain-lain yang terkait dengan perundingan bipartit.
Dasar hukum perundingan bipartit adalah:
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; dan
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 31 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalu Perundingan Bipar
Berikut penjelasan terkait perundingan bipartit secara praktis dari pengalaman-pengalaman selama ini, dilengkapi dengan contoh-contoh.
Perundingan bipartit wajib dilakukan. Jika perundingan bipartit tidak dilakukan maka akan terjadi hambatan untuk penyelesaian ke tahap selanjutnya atau ke tahap mediasi. Jika ditahap mediasi sudah terhambat atau gagal maka dengan sendirinya ke tahap berikutnya, yaitu pengajuan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pun dengan sendirinya terhambat, tidak bisa. Karena ketika mengajukan gugatan ke PHI wajib dilampirkan surat Anjuran yang dibuat dan dikeluarkan Mediator Disnaker yang memediasi perselisihan atau perkara.
Siapa yang mengajukan permohonan perundingan, apakah pekerja atau pengusaha? Tentu, siapa yang lebih dulu. Boleh pihak pekerja atau serikat pekerja. Dan boleh pihak pengusaha atau manajemen perusahaan.
Jika misalkan pihak pekerja atau serikat pekerja yang mengajukan permohonan, seperti apa bentuk surat permohonannya.
Berikut contoh surat permohonan perundingan bipartit pertama. Contoh ini memakai kuasa hukum dari Advokat. Jika kuasa hukumnya dari pengurus serikat pekerja maka tinggal menyesuaikan identitas kuasa hukum.
Surat ini dibuat tanggal 17 November 2021 dan diminta berunding tanggal 23 November 2021. Selalulah berikan jarak waktu selama 1 (satu) minggu. Soal tempat boleh diminta di kantor kuasa dan boleh di kantor perusahaan itu sendiri.
Ketika menyerahkan surat permohonan mintalah tanda terimanya. Lihat tanda terima surat ini dibuat dan ditandatangani dan disebut nama penerima dan tanggal penerimaan tanggal 17 November 2021 juga dalam fotocopy surat permohonan.
Jika permohonan tidak ditanggapi atau perundingan tidak terjadi, maka tanda terima ini nanti akan dijadikan sebagai bukti atau lampiran pencatatan perselisihan yang alami kepada Disnaker bahwa upaya bipartit sudah dilakukan secara maksimal namun misalnya tidak ditanggapi pihak manajemen perusahaan.
Kebetulan dalam kasus ini pihak perusahaan menanggapi surat permohonan pertama seperti ini.
Namun secara tidak langsung pihak perusahaan menolak melakukan perundingan atas alasan menurut pihak perusahaan tidak pernah melakukan PHK dan kasus ini katanya sudah selesai. Lalu kita ajukan lagi surat permohonan perundingan bipartit yang kedua seperti di bawah ini. Surat permohonan perundingan bipartit yang kedua atau terakhir ini dibuat tanggal 22 November 2021 dan diterima tanggal 23 November 2021 oleh pihak perusahaan. Diminta untuk berunding seminggu kemudian tanggal 30 November 2021.
Surat kedua ini juga dibalas pihak perusahaan yang isinya secara tidak langsung juga menolak melakukan perundingan bipartit.
Pihak perusahaan meminta agar pihak pekerja terlebih dahulu menyampaikan surat PHK kepada pihak perusahaan. Jika surat PHK ada, barulah pihak perusahaan bersedia melakukan perundingan bipartit. Padahal 2 (dua) orang pekerja ini tidak ada menerima surat PHK. PHK itu terjadi hanya secara lisan dan dilarang masuk kerja.
Karena sudah 2 (dua) kali mengajukan permohonan dalam waktu yang patut namun ditolak perusahaan maka pihak pekerja mencatatkan perselisihannya kepada Sudinnakertrans Jakarta Selatan dengan melampirkan 2 (dua) tanda terima permohonan dan 2 surat jawaban pihak perusahaan.
Itu contoh permohonan perundingan bipartit namun ditolak
Kemudian dapat lihat contoh perundingan bipartit terjadi 2 kali namun gagal, tidak mencapai penyelesaian. Berikut contoh surat permohonan perundingan bipartit pertama.
Surat ini dibuat tanggal 16 November 2020 meminta perundingan dilakukan pada tanggal 23 November 2020 di kantorperusahaan. Permohonan ini ditanggapi pihak perusahaan dengan mengirim surat kepada pihak pekerja minta penjadwalan ulang perundingan dari tanggal 23 menjadi tanggal 1 Desember 2020. Hal itu diminta atas alasan pada tanggal 23 tersebut sudah padat jadwal pihak perusahaan.
Pada tanggal 1 Desember 2020 terjadi perundingan bipartit pertama. Dalam perundingan bipartit ini dibuat juga Daftar Hadir pihak-pihak yang hadir dan Risalah Perundingan.
Daftar Hadir ini berisi: tanggal perundingan, tempat, acara perundingan keberapa, masalah pokoknya apa, nama, kedudukan dan tandatangan para pihak.
Setelah perundingan selesai dibuat Risalahnya seperti ini:
Risalah ini berisi: judul surat, nama perusahaan, nama kuasa pengusaha -tentu pihak HRD atau Advokat, alamat perusahaan, nama pekerja, alamat pekerja, nama dan alamat kuasa pihak pekerja, tanggal dan tempat perundingan, pokok masalahnya apa, inti atau pokok pendapat pihak pekerja dan pihak pengusaha atas perselisihan, kesimpulan atau hasil perundingan, lalu ditandatangani para pihak, baik pihak pekerja maupun pihak pengusaha.
Dapat dilihat dalam contoh ini, pokok masalahnya dicantumkan adalah: pembebasan jabatan Kepala Cabang, mutasi dan demosi terhadap pekerja dari kantor pusat Jakarta Selatan ke cabang Palembang dengan jabatan Junior Officer terhitung sejak tanggal …. tahun 2020 s/d 2 tahun kemudian atas alasan pekerja melakukan pelanggaran terhadap peraturan perusahaan dan perselisihan yang mendahuluinya.
Inti pendapat pekerja dicantumkan: tetap pada permintaan sesuai surat kuasa hukum nomor 45 tahun 2020 tanggal 1 Desember 2020 dan minta perlu pertemuan berikutnya.
Inti pendapat pekerja dicantumkan: tetap pada permintaan sesuai surat kuasa hukum nomor 45 tahun 2020 tanggal 1 Desember 2020 dan minta perlu pertemuan berikutnya.
Dalam kasus ini selain surat permohonan perundingan bipartit pertama, kuasa hukum juga pada saat terjadi perundingan sudah membuat kronologi kasus dan tuntutan serta disampaikan kepada pihak manajemen.
Inti pendapat pengusaha dicantumkan: menerima surat tuntutan dari kuasa hukum untuk dipelajari terlebih dahulu.
Kemudian kesimpulan atau hasil perundingan dicantumkan: para pihak sepakat melakukan
perundingan bipartit ke-2 hari Selasa tanggal 8 Desember 2020, pukul 10 WIB, bertempat di kantor perusahaan.
Dalam perundingan bipartit kedua juga dibuat Daftar Hadir dan Risalah. Ini contoh Daftar Hadir perundingan bipartit ke-2.Isinya tinggal menyesuaikan judul, tanggal, tempat, acara perundingan keberapa. Selainnya, sama isinya dengan daftar hadir perundingan bipartit pertama.
Formatnya sama dengan format Risalah Perundingan Pertama. Namun isinya berbeda terutama yang menjadi perhatian pada Kesimpulan atau Hasil Perundingan. Dapat dilihat pada Risalah Perundingan Kedua ini, Pokok masalah sama dengan yang pertama, pendapat pihak pekerja juga sama dengan pendapatnya pada risalah pertama, yaitu tetap pada permintaan sesuai surat kuasa hukum nomor 45 tahun 2020 tanggal 1 Desember 2020.
Sedangkan pendapat pengusaha sudah berubah menjadi: pengusaha memberikan surat jawaban kepada pihak kuasa hukum pekerja yang berisi tetap pada keputusan manajemen.
Pada bagian Kesimpulan atau Hasil Perundingan menjadi berisi sebagai berikut: perselisihan ini disepakati pihak pekerja dan pihak pengusaha diselesaikan sesuai dengan mekanisme hukum (PPHI).
Karena perundingan bipartit sudah gagal maka pihak pekerja mencatatkan perselisihan ini kepada Sudinnakertrans Jakarta Selatan dengan melampirkan daftar hadir perundingan dan risalah 2 (dua) kali.
Itu langkah-langkah dan administrasi yang dibuat jika perundingannya mengalami kegagalan.
Lalu, bagaimana jika berhasil. Artinya, antara pekerja dan pengusaha terjadi kesepakatan untuk berdamai menyelesaikan perselisihan?
Jika terjadi perdamaian, buatlah Perjanjian Bersama (PB). Dalam PB tuangkan hal-hal yang disepakati, dengan catatan, hal-hal yang disepakati harus konkrit, jelas dan tegas. Harus dapat dieksekusi Pengadilan Hubungan Industrial. Jangan tuangkan kesepakatan dengan kalimat, bahasa atau redaksi yang bersifat umum.
Misalnya, jangan dibuat bahasa atau redaksi seperti ini: "Pengusaha wajib memberi hak
pesangon kepada pekerja."
Kesepakatan seperti itu tidak dapat dieksekusi PHI jika dikemudian hari misalnya pengusaha tidak bersedia membayar sesuai yang disepakati secara lisan tapi nilai yang disepakti secara lisan tidak dituangkan dalam PB.
Jadi harus disebut nilainya. Misalnya, "Pengusaha wajib memberi/membayar hak pesangon kepada Pekerja sebesar Rp100 juta."
Berikut contoh Perjanjian Bersama hasil perundingan bipartit:
PERJANJIAN BERSAMA
Kami yang bertanda tangan di bawah ini:
- PURNAMA, selaku Presiden Direktur, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. X, beralamat di Wisma A, Lt. 2, Jl. Letjend. S. Parman Kav. X Jakarta, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA;
- DEWINA, Warganegara Indonesia, pekerjaaan/jabatan: Eks Assistant Manager Finance PT. X, beralamat di Jl. Y No. 9, Kel. Cipinang Cempedak, Kec. Jatinegara, Jakarta Timur, dalam hal ini bertindak untuk atas nama diri sendiri, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA;
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama disebut PARA PIHAK telah setuju dan sepakat untuk membuat Perjanjian Bersama ini demi menjamin kepastian hukum, dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Pasal 1
Penyelesaian Perselisihan
(1)PIHAK PERTAMA selaku pengusaha dan PIHAK KEDUA selaku karyawan/pekerja telah setuju dan sepakat untuk menyelesaikan perselisihan pemutusan hubungan kerja melalui bentuk perdamaian sebagai hasil perundingan bipartit.
(2)PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA telah setuju dan sepakat untuk mengakhiri hubungan kerja antara kedua belah pihak, atau mengadakan pemutusan hubungan kerja terhitung sejak tanggal 21 Maret 2019.
Pasal 2
Uang Kompensasi
(1)Dengan telah tercapainya penyelesaian perselisihan antara PIHAK PERTAMA dengan PIHAK KEDUA dengan perdamaian sebagaimana dimaksud Pasal 1, maka PIHAK PERTAMA bersedia memberikan uang kompensasi kepada PIHAK KEDUA berupa dan sebesar sebagai berikut:
a.Uang pesangon: 2 x 6 x Rp26.326.411,- = Rp315.916.932,-
b.Uang penghargaan masa kerja: 1 x 2 x Rp26.326.411,- = Rp52.652.822,-
c.Uang penggantian hak perumahan/ pengobatan/ perawatan: 15% x Rp368.569.754,- = Rp55.285.463,-
Jumlah = Rp423.855.217,- (Empat ratus dua puluh tiga juta delapan ratus lila puluh lima ribu dua ratus tujuh belas ribu rupiah);
(2)Jumlah uang kompensasi pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi atas biaya-biaya dan ongkos-ongkos, baik hak-hak yang sudah pernah diterima PIHAK KEDUA dari PIHAK PERTAMA maupun segala kewajiban PIHAK KEDUA selaku pengusaha/pemberi kerja kepada Negara Republik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan sebesar Rp73.455.732,- (Tujuh puluh tiga juta empat ratus lima puluh lima ribu tujuh ratus tiga puluh dua ribu rupiah);
(3)Dari perhitungan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) maka kewajiban membayar PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA dan hak yang diterima PIHAK KEDUA dari PIHAK PERTAMA menjadi sebesar Rp350.399.485,- (Tiga ratus lima puluh juta tiga ratus sembilan puluh sembilan ribu empat ratus delapan puluh lima rupiah).
(4)Pembayaran uang kompensasi dari PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sebagaimana tersebut pada ayat (3), yaitu sebesar Rp350.399.485,- (Tiga ratus lima puluh juta tiga ratus sembilan puluh sembilan ribu empat ratus delapan puluh lima rupiah) telah dibayar PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA mengaku telah menerima pembayaran dari PIHAK PERTAMA melalui transfer bank ke rekening BCA No. 00000000000 atas nama SRI DEWINA(PIHAK PERTAMA) dan diperkuat kwitansi/surat bukti tanda penerimaan.
(5)Pembayaran melalui transfer dan kwitansi penerimaan sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah sebagai bukti penerimaan pembayaran uang kompensasi sebagaimana dimaksud ayat (1).
Pasal 3
Penuntutan
Dengan telah terjadinya kesepakatan perdamaian penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja secara musyawarah/ perundingan bipartit diantara Para Pihak, maka Para Pihak dengan ini menyatakan tidak akan saling menuntut lagi, baik sekarang maupun dikemudian hari, baik secara perdata (hubungan industrial) maupun secara pidana sepanjang berkaitan dengan permasalahan sebagaimana tersebut di atas pada Pasal 1 dan Pasal 2, dan Perjanjian Bersama ini merupakan akta yang mengikat bagi Para Pihak yang dibuat berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, untuk dapat dilaksanakan secara baik oleh Para Pihak.
Demikian Perjanjian Bersama ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) masing-masing bermaterai cukup dan ditandatangani oleh Para Pihak sehingga mempunyai kekuatan hukum yang sama dan masing-masing pihak memegang 1 (satu) rangkap asli Perjanjian Bersama ini.
Jakarta, 21 Maret 2019
Pihak Pertama,
PT. X
Purnama
Pihak Kedua,
Karyawan/Pekerja
Dewina
Demikian topik ini. Semoga bermanfaat.
KLIK VIDEO YOUTUBENYA:
____
Oleh Harris Manalu, S.H.
***