Klik video YouTube-nya.
Pertanyaan atas topik ini adalah apakah ada perubahan ketentuan atau aturan atau hukum tentang hubungan kerja yang didasarkan pada Perjanjian Kerja Harian Lepas dalam UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 35/2021 berbeda dengan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan?
Jawabannya, tidak. Aturanya tetap sama. Aturan utamanya adalah:
1.Pekerja/Buruh
harus bekerja kurang dari 21 hari dalam
1 bulan;
2.Apabila bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut
atau lebih maka Perjanjian Kerja Harian Lepas itu menjadi tidak berlaku dan
hubungan kerja antara pengusaha atau perusahaan dengan
pekerja/buruh demi hukum berubah menjadi PKWTT atau karyawan tetap.
Dimana itu diatur?
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK.
Seperti ini bunyi ayat (3): "Perjanjian Kerja harian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan ketentuan Pekerja/Buruh
bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam
1 (satu) bulan."
Ayat (4) berbunyi seperti ini: "Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu hari) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
atau lebih maka Perjanjian Kerja harian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjadi tidak berlaku dan
hubungan kerja antara pengusaha dengan
pekerja/buruh demi hukum berubah berdasarkan
PKWTT.".
Pasal 11 PP 35/2021 juga memberi perlindungan hukum kepada PHL atau BHL. Pasal 11 ayat (1) menyatakan, "Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada
pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) membuat perjanjian kerja harian secara
tertulis dengan pekerja/buruh.".
Ayat (2) Pasal 11 itu berbunyi, "Perjanjian kerja harian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dibuat secara kolektif dan paling sedikit
memuat:
a. nama dan alamat perusahaan atau pemberi kerja;
b. nama dan alamat pekerja/buruh;
c. jenis pekerjaan yang dilakukan; dan
d. besarnya Upah.
Ayat 3 berbunyi,
"Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi hak-hak lekerja/buruh termasuk hak atas
program jaminan sosial.".
Bagaimana Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Agung menerapkan aturan PHL atau BHL itu?
Mari kita lihat 2 putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial berikut ini.
1.Putusan Mahkamah Agung Nomor 670 K/Pdt.Sus-PHI/2015:
Pertimbangan hukumnya antara lain sebagai berikut:
"Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Bandung tidak salah menerapkan hukum, dengan
pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang mengabulkan
gugatan Para Penggugat atas uang pesangon telah benar penerapan
hukumnya;
Bahwa sebagaimana juga telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Hubungan
Industrial bahwa hubungan kerja antara para Penggugat dengan Tergugat
bukan Perjanjian Kerja Harian Lepas karena melanggar ketentuan Pasal 10
ayat (1) dan ayat (2) Kepmenakertrans Nomor 100/VI/2004.
Bunyi Pasal 10 Kepmenakertras 100/2004 dan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 pada intinya adalah sama.
2.Putusan Mahkamah Agung Nomor 837 K/Pdt.Sus-PHI/2020, dalam pertimbangan hukumnya dinyatakan antara lain sebagai berikut:
"Hubungan kerja adalah PKWTT karena melanggar ketentuan Pasal 57 ayat (2) dan Pasal 59 ayat (7) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yunto Pasal 10 ayat (3) Kepmenakertrans Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, demi hukum status hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) terhitung sejak terjadinya penyimpangan perjanjian kerja harian lepas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengaturan hubungan kerja harian lepas atau PHL atau BHL dalam UU 13/2003 dan UU 11/2020 dan aturan turunannya PP, yaitu PP 35/2021.
Demikian topik ini.
Semoga bermanfaat.
______
Oleh Harris Manalu, S.H.
***