Ada pertanyaan seperti ini, “Apa solusi jika pengusaha tidak mau menjalankan putusan pengadilan. Putusannya verstek. Perusahaan ini memang luar biasa bandel. Mulai bipartit sampai tripartit tidak mau hadir, sidang juga, dan sekarang sudah putusan, juga tidak mau bayar hak pekerja.”
Putusan verstek adalah putusan pengadilan
atas perkara yang sejak awal pemeriksaan sampai dengan pengucapan putusan tidak
dihadiri tergugat padahal sudah dipanggil secara sah dan patut.
Fakta seperti ini banyak terjadi, banyak dihadapi
pekerja/buruh dimasa UU 13/2003. Pekerja/buruh atau kuasanya, baik pengurus
SP/SB maupun Advokat, harus dengan lelah menjalani upaya eksekusi yang tidak
mudah, tidak murah dan tidak cepat.
Pengadilan harus campur tangan memaksa
pengusaha membayar pesangon yang sudah diputus PHI dan telah berkekuatan hukum
tetap (BHT) atau inckracht van gewisde. Karena UU 13/2003 tidak mengatur, tidak memberi
sanksi pidana kepada pengusaha yang tidak membayar pesangon.
Sekarang, dimasa UU Ciker yang
inkonstitusional bersyarat itu diberi sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak
membayar pesangon, asalkan telah memenuhi syarat. Syaratnya seperti ini:
Syarat Pertama
Sejumlah pesangon atau uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja itu telah diputus PHI dan/atau MA dan putusan PHI/MA itu telah BHT. Dan bukan hanya pesangon yang didasarkan pada putusan PHI, namun termasuk juga pesangon yang telah disepakati oleh dan antara pekerja/buruh dan pengusaha, dan kesepakatan itu dibuat dalam Perjanjian Bersama (PB) dan PB itu telah didaftarkan di PHI. Jadi, cakupan pidananya bukan hanya atas dasar putusan PHI/MA namun termasuk juga atas dasar PB.
Syarat Kedua
Pekerja/buruh telah mengajukan somasi
kepada pengusaha sebanyak 2 kali dalam jangka waktu 14 hari. Jika somasi sudah
diajukan 2 kali namun tidak diindahkan, buatlah Laporan Polisi (LP). Bisa ke
Polres.
Tindak pidana tidak membayar pesangon ini
diatur dalam Pasal 185 Bagian Kedua Bab IV UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Pasal
185 ayat (1) itu menyatakan sebagai berikut, "Barang siapa melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat
(2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143,
Pasal 156 ayat (1), dan Pasal 160 ayat (4), dikenakan sanksi pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)."
Pasal 185 ayat (1) ini memuat Pasal 156
ayat (1). Pasal 156 ayat (1) menyatakan sebagai berikut, "Dalam hal
terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima." Ini normanya, kaidah hukumnya.
Selesai
Semoga bermanfaat
____
Oleh Harris Manalu, S.H.
Advokat -Pengacara &
Konsultan Hukum- Ketenagakerjaan
***