-Ilustrasi Perempuan Pekerja Butuh Cuti- |
Untuk menjaga kesehatan janin dalam kandungan ibu serta kesehatan ibu dan bayi, negara/pemerintah telah memberi hak istirahat atau cuti melahirkan bagi pekerja/buruh perempuan selama 3 bulan.
Tiga bulan itu dibagi dalam 2 tahap. Tahap pertama selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan tahap kedua selama 1,5 bulan setelah melahirkan.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyatakan, "Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan."
Dan selama menjalani cuti selama 3 bulan itu pekerja tetap berhak mendapat upah. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 40 ayat (2) huruf c jo. ayat (5) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang pada intinya menyatakan bahwa selama menjalani istirahat atau cuti melahirkan upah tetap dibayar.
Ketentuan di atas adalah ketentuan atau aturan minimal. Apabila diberi misalnya hanya satu setengah bulan atau sama sekali tidak diberikan, atau memberi namun upah tidak dibayar, itu adalah pelanggaran hukum, baik perdata khusus ketenagakerjaan, maupun pidana khusus ketenagakerjaan.
Di Pasal 185 ayat (1) Bagian Kedua Bab IV Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disebut bahwa barang siapa melanggar ketentuan Pasal 82 dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun. Dan di ayat (2)-nya disebut tindak pidana itu merupakan tindak pidana kejahatan.
KLIK video artikel ini di kanal YouTube SAHABAT PHI.
____
Oleh Harris Manalu, S.H.
Advokat