Pada konsideran menimbang huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) dinyatakan bahwa sistem jaminan sosial nasional bertujuan untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Dalam hal ini, termasuklah pekerja. Frasa, memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan, saya garis bawahi.
Untuk mencapai tujuan itu maka Pasal 14 UU BPJS mewajibkan setiap orang menjadi peserta program jaminan sosial. Dan Pasal 15 ayat (1) mewajibkan pengusaha mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS.
Namun timbul pertanyaan, apa sanksinya jika pengusaha tidak mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS?
Sanksinya adalah sanksi administratif. Sanksi administratif ini dimuat dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), berupa teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu, seperti izin usaha, izin mendirikan bangunan, bukti kepemilikan hak tanah dan bangunan.
Jika sanksinya berupa administratif, efektifkah itu memberi perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja? Bukankah sanksi seperti itu menjadi kontraproduktif dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan?
Seandainya pengusaha terbukti tidak mendaftarkan sebagian pekerjanya, lalu pemerintah menolak layanan segala perizinan yang diperlukan perusahaan, bukankah perusahaan menjadi tutup dan terjadi PHK besar-besaran?
Kalau terjadi PHK besar-besaran, apakah itu memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan kepada pekerja? Tentu tidak. Malah yang terjadi adalah sebaliknya, pemiskinan. Harus diingat, PHK adalah awal dari kemiskinan.
Karenanya, sanksi administratif bagi pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS harus diubah menjadi sanksi pidana sebagaimana dahulu diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Jika sanksinya pidana, dampaknya bukan terhadap banyak orang. Perusahaan tidak akan tutup. PHK massal tidak akan terjadi. Dampaknya hanyalah kepada 1 atau beberapa orang masuk penjara, seperti Direktur Utama yang mewakili kepentingan perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan, atau Manager HRD yang tidak mengusulkan kepada jajaran direksi supaya semua karyawan didaftarkan menjadi peserta BPJS.
Dengan memberikan sanksi pidana, maka mengutip Kompas.com, tanggal 24 Juni 2022, 23.113 perusahaan yang tidak patuh menjalankan kewajiban dalam mendaftarkan dan membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan yang disampaikan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo dalam rapat dengan Komisi IX DPR tanggal 22 Juni 2022 tidak terjadi lagi. (hm)