Ultra Petita Putusan Pengadilan Hubungan Industrial

 at April 23, 2020    
Ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim melebihi dari apa yang dituntut atau diminta oleh penggugat atau pemohon. Ketentuan ultra petita diatur dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) serta padanannya dalam Pasal 189 ayat (2) dan (3) RBg yang melarang seorang hakim memutus (amar) melebihi dari apa yang dituntut (petitum).

Dalam  hukum acara perdata berlaku asas “hakim bersifat pasif”,  artinya ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa, diadili, dan diputus pada asasnya ditentukan  pihak yang berperkara. Hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya.

Dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 107/Pdt.Sus-PHI.G/2019/PN.JKT.PST, tanggal 7 Agustus 2019, dalam perkara antara PT. Coca Cola Distribution Indonesia sebagai penggugat melawan pekerjanya Budi Fitrianto sebagai tergugat, tampak pada posita dan petitum gugatan tidak ada dalil dan tuntutan supaya hakim atau pengadilan menjatuhkan putusan menghukum penggugat (pengusaha) untuk membayar selisih antara kompensasi pemutusan hubungan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan kompensasi pengunduran diri yang telah dibayarkan oleh penggugat (pengusaha) kepada tergugat (pekerja), tapi majelis hakim menjatuhkan putusan atas hal yang tidak dituntut atau diminta penggugat tersebut.

Pertimbangan hukum dan amar Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 107/Pdt.Sus-PHI.G/2019/PN.JKT.PST, tanggal 7 Agustus 2019, lebih kurang sebagai berikut:

"Menimbang, bahwa dengan seluruh pertimbangan di atas, maka hak-hak atas pemutusan hubungan kerja Tergugat yang masih harus dibayarkan oleh Penggugat kepada Tergugat adalah sebesar Rp198.886.800,25 (seratus sembilan puluh delapan juta delapan ratus delapan puluh enam ribu delapan ratus rupiah dua lima sen) dengan rincian sebagai berikut: 
1. Uang Pesangon:  
    = 1 x 9 x Rp17.836.455,00                 = Rp 160.528.095,00
2. Uang Penghargaan Masa Kerja:      
    = 1 x 8 x Rp17.836.455,00                = Rp 142.691.640,00
3. Uang Penggantian Hak :            
    = 15% x Rp303.219.735,00               = Rp   45.482.960,25
4. Uang Penggantian Hak atas Cuti      = Rp     9.054.033,00 
Total 1+2+3+4                                       = Rp 357.756.728,25
Dikurangi pembayaran, 16 April 2018   Rp 158.869.928,00
Total Kekurangan Kompensasi PHK     = Rp 198.886.800,25

Terhadap putusan Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat tersebut, Mahkamah Agung dalam putusan tingkat kasasi berpendapat bahwa putusan pengadilan tingkat pertama tersebut adalah ultra petita.

Demikian pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 59 K/Pdt.Sus-PHI/2020, tanggal 29 Januari 2020:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan kasasi dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut: 
"Bahwa   putusan   Judex Facti  yang menghukum Penggugat untuk membayar selisih antara kompensasi PHK berdasarkan ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan kompensasi pengunduran diri yang telah dibayarkan oleh Penggugat kepada Tergugat adalah keliru dan merupakan ultra petita;”

Lihat 2 (dua) putusan berikut ini.