Dalam buku yang diterbitkan Mahkamah Agung, yaitu Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Edisi 2007, Hlm. 53 disebut 6 profesi atau pihak yang dapat bertindak sebagai Kuasa atau Wakil dari penggugat atau tergugat atau pemohon di pengadilan, yaitu:
1. Advokat.
2. Jaksa.
3. Biro Hukum Pemerintah/ TNI/ Kejaksaan RI.
4. Direksi/ Pengurus atau karyawan yang ditunjuk dari suatu badan hukum.
5. Mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan oleh ketua pengadilan, seperti LBH, hubungan keluarga, Biro Hukum TNI/Polri untuk perkara-perkara yang menyangkut anggota/keluarga TNI/Polri.
6. Kuasa insidentil dengan alasan hubungan keluarga sedarah atau semenda dapat diterima sampai dengan derajat ketiga, yang dibuktikan surat keterangan kepala desa/lurah.
Berdasarkan Buku II yang diterbitkan Mahkamah Agung tersebut dan UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka pihak-pihak atau profesi yang dapat bertindak sebagai kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial atau PHI adalah:
1. Advokat.
2. Direksi Perusahaan.
3. Karyawan Perusahaan, seperti HRD.
4. Keluarga pekerja/buruh sampai derajat ketiga.
5. Pengurus Apindo.
6. Pengurus SP/SB.
Yang dimaksud pengurus SP/SB disini ialah baik pengurus SP/SB tingkat perusahaan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun pengurus SP/SB bentuk federasi dan konfeferasi tingkat perusahaan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional untuk mewakili pekerja/buruh yang menjadi anggotanya.
Kebolehan pengurus SP/SB sedemikian diatur dalam Pasal 87 UU No. 2/2004 yang berbunyi:
"Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya.", dan Penjelasan Pasal 87 UU No. 2/2004 yang berbunyi:
"Yang dimaksud dengan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana yang dimaksud dalam pasal ini meliputi pengurus pada tingkat perusahaan, tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Propinsi dan Pusat baik serikat pekerja/serikat buruh, anggota federasi, maupun konfederasi.".
Namun sejak tanggal 12 September 2012, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012, Hasil Rapat Kamar Perdata, Sub Kamar Perdata Khusus, angka V, yang berbunyi sebagai berikut:
"Surat kuasa mengenai batasan Serikat Pekerja dan Organisasi Pengusaha yang dapat menjadi kuasa hukum sehubungan ketentuan Pasal 87 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004, disepakati:
"Yang berhak menerima kuasa dari pekerja yang ingin mengajukan gugatan dalam perkara PHI yaitu:
1. Pengurus dari serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan pada perusahaan yang bersangkutan, dimana pekerja/buruh tersebut menjadi anggotanya dibuktikan dengan kartu tanda anggota; atau
2. Pengurus federasi serikat pekerja/serikat buruh yang merupakan gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang terbentuk pada perusahaan.", karenanya, legalitas konfeferasi SP/SB menangani kasus anggotanya menjadi diabaikan.".
Surat Edaran MA ini mempunyai makna bahwa konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak lagi mempunyai legal standing untuk bertindak sebagai kuasa hukum bagi anggotanya di Pengadilan Hubungan Industrial. SEMA tersebut melakukan pembatasan hanya pengurus serikat pekerja/serikat buruh, dan/atau pengurus federasi serikat pekerja/serikat buruh yang mempunyai legal standing sebagai kuasa hukum anggotanya di PHI. Sedangkan pengurus konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak mempunyai legal standing.
SEMA ini adalah nyata bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 87 UU No. 2/2004. Tapi namunpun demikian sebaiknha, jangan sekali-kali pengurus SP/SB bentuk konfeferasi menjadi kuasa dari anggotanya di PHI. Biarkanlah pengurus bentuk unitaris dan atau federasi yang menanganinya.
Jangan dibuat anggota menunggu kasusnya selesai dalam ketidakpastian. Kemungkinan gugatan tidak dapat diterima atau NO telah terbuka lebar bagi hakim jika pengurus konfederasi yang menjadi kuasa. Keadaan ini harus dipatuhi sampai dengan SEMA itu dicabut oleh Mahkamah Agung.
_____
Oleh Harris Manalu, S.H.